KURIKULUM PENDIDIKAN MI DI INDONESIA
KURIKULUM DAN TUJUAN PENDIDIKAN
PENGERTIAN KURIKULUM
Dalam banyak
literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis
mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui
suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus
tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau
rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki
seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas
pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen
merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik, kualitas
bahan/konten pendidikan yang harus dipelajari peserta didik, kualitas proses
pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini
seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum
karena ia menggambarkan ide atau pemikiran para pengambil keputusan
yangdigunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu
pengalaman.
Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan "Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas".
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini:
Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan "Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas".
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini:
- filosofi kurikulum
- ruang lingkup komponen kurikulum
- polarisasi kurikulum - kegiatan belajar posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
- posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga
menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa
kurikulum adalah "statement of objectives" (McDonald; Popham), ada
yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan
proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981) Ada
yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai
komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru
(Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum adalah
"seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu" (pasal 1 ayat 19).
POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Jenjang Pendidikan
Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program Paket A dan
Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda. SD/MI
memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam pengertian ruang
lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh karena itu
maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik dalam
pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang
harus dikembangkan pada diri peserta didik.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa;
b.
peningkatan akhlak mulia;
c.
peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik;
d.
keragaman potensi daerah dan
lingkungan;
e.
tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
f.
tuntutan dunia kerja;
g.
perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
h.
agama;
i.
dinamika perkembangan global; dan
j.
persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan
kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan
masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi
dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan
permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Sayangnya, kurikulum yang dikembangkan di Indonesia masih membatasi dirinya pada posisi sentral dalam kehidupan akademik yang dipersepsikan dalam pemikiran perenialisme dan esensialisme. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah kurikulum membatasi dirinya dan hanya menjawab tantangan dalam kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Struktur kurikulum 2004 yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan Ilmu Sosial, PPKN/kewarganegaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulum dan jawaban kurikulum terhadap permasalahan yang ada.
PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM
Unruh dan Unruh (1984:97) mengatakan
bahwa proses pengembangan kurikulum a complex process of assessing needs,
identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the
outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the
curriculum is to serve. Berbagai factor seperti politik, sosial, budaya,
ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum. Oleh
karena itu Olivia (1992:39-41) selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum
adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut mengatakan curriculum is a
product of its time. . . curriculum responds to and is changed by social
forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating
knowledge, and educational leadership at its moment in history. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum focus awal memberi
petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam
pandangan tradisional, modern ataukah romantism.
Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas.
Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas.
Keseluruhan proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam proses pengembangan tersebut
unsure-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga pendidikan berada
tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum menempatkan
konteks social-budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya, karena
sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks social-budaya tersebut
terabaikan. Padahal seperti dikemukakan Longstreet dan Shane (1993:87) bahwa
kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal:
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind's eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities.
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind's eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities.
Model kedua yang diajukan dalam makalah ini adalah model yang menempatkan kurikulum dalam posisi kedua dan ketiga. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan kualitas yang diinginkan masyarakat sehingga menghasilkan harus dikembangkan oleh kurikulum. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum selalu dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat.
A. Perkembangan Inovasi-Inovasi Kurikulum dan
Pembelajaran
Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai
inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi
pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi
tersebut diterapkan. Secara spesifik makalan ini menyajikan berbagai inovasi
kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.
Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa
perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai dari tahun 1968 hingga
2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum
tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel 1,
sebagai berikut:
Tabel. 1
Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
NO
|
TAHUN
|
FOKUS
ORIENTASI
|
1
|
1968
|
Subject
Matter (mata pelajaran)
|
2
|
1975
|
Terminal
Objectives (TIU, TIK)
|
3
|
1984
|
Keterampilan
Proses (CBSA Project)
|
4
|
1994
|
Munculnya
pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muatan local
|
5
|
2004
|
Kurikulum
Berbasis Kompetensi
|
6
|
2006
|
Kurikulum berbasis lokal
(daerah/satuan pendidikan)
|
Dengan melihat pada isi tabel 1 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
a). perubahan atau penyesuaian kurikulum tersebut relatif dilakukan dalam
periode yang relatif konstan yaitu antara 8 hingga 10 tahun, b). perubahan
mencakup aspek proses dan materi, c). perkembangan terakhir menunjukkan
konsentrasi pendidikan untuk meningkatkan mutu dan relevansinya bagi masyarakat
dan lingkungan.
Kemudian untuk lebih menambah khasanah perkembangan, dibawah ini
ditambahkan dengan perkembangan pembelajaran sebagai bentuk inovasi. Secara
umum proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu
pembelajaran tradisional, pembelajaran progresif, dan pembelajaran modern.
Untuk lebih jelasnya untuk membedakan ketiga perkembangan tersebut dalam kaitan
dengan pembelajaran disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel. 2
Perkembangan Pembelajaran
ASPEK
|
TRADISIONAL
|
PROGRESIF
|
MODERN
|
Tujuan
|
Transfer
|
Perkembangan
Pribadi
|
Penerapan
|
Pendekatan
|
Unsur-unsur
|
Keutuhan,
bakat, minat
|
Daerah
kehidupan
|
Materi
|
Text Book
|
Keinginan
Siswa
|
Masyarakat
|
Metoda
|
Formal Step, Asosiasi
|
Discovery,
Problem Solving, independent study
|
Karyawisata,
kemah, survey, pembelajaran proyek
|
Guru
|
Berkuasa
|
Tidak
Berkuasa, siswa aktif
|
Siswa aktif dengan bimbingan guru
|
Evaluasi
|
Dikembangkan guru berdasar-kan
tuntutan pengetahuan
|
Self
evaluation
|
Oleh siswa, guru dan masyarakat
|
Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya
kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP. Persepsi masyarakat
pendidikan pada umumnya dalam memandang KTSP sebagai model baru kurikulum
sebagai pengganti KBK (kurikulum 2004), secara teoritik model pengembangan
kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model Tyler (objective
model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum transmisi dari
Miller-Seller, dan lain sebagainya.
Trend munculnya SBCD adalah adanya desentralisasi dalam paradigma
pengelolaan bidang kehidupan, tingginya tuntutan terhadap profesionalisme guru,
perlunya kebebasan sekolah untuk menentukan dan mengembangkan program studi,
dan keterlibatan guru secara langsung dalam proses pengembangan kurikulum.
Lebih lanjut Brady mengatakan bahwa peran sekolah dalam proses pengembangan
kurikulum adalah “ school must be involved in selecting content, having regard
for available resources, to meets its own objectives and to cuter for students
of different level of maturation”.
Beberapa karakteristik pelaksanaan SBCD di Australia adalah sebagai
berikut:
1.
Melibatkan
sekolah dan guru dalam membuat keputusan pengembangan dan implementasi
kurikulum.
2.
Menjalin
hubungan antara beberapa sekolah dalam proses pengembangan kurikulum.
3.
lebih
berorientasi pada selective dan adaptive dari pada creative.
4.
Merupakan
proses kontinu dan dinamis dengan melibatkan guru, siswa dan masyarakat.
5.
Membutuhkan
dukungan dari berbagai elemen terkait.
6.
Mengubah
aturan/pola guru yang tradisional (perubahan peran guru kearah
profesionalisme).
7.
Adanya
perpindahan tanggung jawab dalam pembuatan keputusan kurikulum daripada memutuskan
hubungan atau jalur dengan pusat.
Beberapa reaksi terhadap SBCD seperti ditulis Brady adalah: terasa berat
melakukan perubahan peran guru dari pelaksana menjadi pengembang, lemahnya
keahlian/kemampuan guru dan kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai
pengembangan kurikulum yang disediakan di sekolah, masalah usia; karena usia
merefleksikan pengalaman mengajar, insentif; yaitu suatu upaya untuk memotivasi
guru terlibat dalam SBCD, dan support structure; perlunya dukungan
sekolah secara hirarkikal.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Proses desentralisasi pendidikan (kurikulum) pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan di daerah. Melalui desentralisasi pendidikan
(kurikulum) diharapkan masing-masing daerah memiliki peluang untuk
mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.(Masriam
Bukit:2004).
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan
oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang telah disusun
oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP No.19 Th.2005, Pasal 17).
Kurikulum 2004 ataupun 2006
berorientasi pada penggunaan standar, oleh karenanya didalam pengembangan
kurikulum mengacu pada standar kurikulum (standar kompetensi lulusan dan
standar isi). Menurut Ibrahim (2002:22) bahwa standar kurikulum dapat diartikan
sebagai perangkat rumusan tentang apa yang harus dipelajari dan dikuasai siswa
oleh peserta didik maupun kadar/tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta
didik, dalam setiap bidang/mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.
Pernyataan Ibrahim (2002) tersebut sejalan
dengan penerapan KTSP saat ini yang berorientasi pada penggunaan standar yang
dikeluarkan oleh BNSP, khususnya untuk standar isi yang mencerminkan apa yang
harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik dan standar kompetensi
kelulusan yang memperlihatkan standar perilaku atau kinerja (performance
standards), yang tercermin dalam pernyataan kadar /tingkat penguasaan yang
diharapkan dari peserta didik.
Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam
standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas
No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, untuk menentukan
performance yang diharapkan dari peserta didik setelah melalui proses
pembelajaran. Standar Isi, untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi
minimum yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Standar Proses,
sebagai acuan proses pembelajaran terstandar yang harus dilakukan oleh satuan
pendidikan sebagai bentuk pelayanan prima bagai peserta didik (masyarakat). Standar
Penilaian, sebagai acuan dalam proses evaluasi baik formatif, ataupun
sumatif, juga untuk pelaksanaan sertifikasi pada uji kompetensi. Standar
Tenaga Kependidikan, digunakan sebagai prasyarat kemampuan minimum
instruktur atau guru di dalam membimbing peserta didik untuk menempuh dan
mencapai tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Standar
Sarana Dan Prasarana, standar ini dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses
pemelajaran yang membutuhkan srsna dan prasarana minimum yang harus disediakan
oleh satuan pendidikan, agar dapat mencapai kualitas hasil dan proses
pemelajaran. Standar Pembiayaan, merupakan standar kebutuhan finansial
untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dan Standar Pengelolaan, standar
ini adalah bentuk pelayanan utama yang dapat diketahui dan dirasakan secara
langsung oleh masyarakat pada setiap satuan pendidikan ataupun oleh masyarakat
sebagai stakeholder pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar