Jumat, 21 September 2012

Presiden Datang, Penjagaan Munas NU Diperketat

Senin, 17 September 2012, 14:23 WIB

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj saat acara pembukaan Munas dan Konferensi Besar NU 2012 di Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon,Sabtu (15/9).
Berita Terkait
Presiden Datang, Penjagaan Munas NU DiperketatREPUBLIKA.CO.ID, CIREBON--Pengamanan masuk ke lokasi Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, diperketat. Semua peserta kongres diperiksa lebih mendetil

''Senang bisa didatangi presiden tetapi kita seperti teroris saja diperiksanya,'' kata salah seorang santri di lokasi Munas.

Untuk pengamanan kedatangan Presiden dikerahkan sebanyak 300 petugas keamanan. Sementara itu peserta Munas hanya ada 600 orang.

Dari pantauan Republika, sejumlah ruas jalan utama menuju lokasi Munas sudah mulai dialihkan. Terlihat sejumlah pelajar yang dikerahkan di beberapa tempat untuk menyambut kehadiran Presiden.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Reporter: Muhammad Akbar Wijaya

Minggu, 09 September 2012

Sarapan Itu Penting....????? Kenapa?

TRIBUNNEWS.COM - Sarapan sebelum beraktivitas terkadang diabaikan. Padahal, sarapan di pagi hari kontribusinya tidak sedikit terhadap kebugaran seseorang.
Memang, tanpa sarapan pagipun seseorang masih tetap bisa bekerja, namun seberapa jauh ketahanan fisik seseorang bila dibandingkan dengan yang sarapan pagi. Penelitian yang dilakukan pada anak sekolah menunjukkan bahwa anak sekolah yang tidak sarapan pagi konsentrasi belajarnya rendah.
Mengapa kebiasaan sarapan pagi itu penting? Karena lambung telah ditinggalkan oleh makanan selama 10-12 jam, sehingga bila lambung terisi kembali maka kadar gula darah akan meningkat kembali dan keadaan ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang.
Gula dalam darah merupakan sumber energi untuk bekerja yang diperoleh dari proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Dengan sarapan pagi, maka sumber energi dapat segera didapat sehingga kadar gula darah normal kembali. Kadar gula darah normal adalah 80 - 120 mg%.
Selain itu, jenis makanan yang dimakan pada waktu sarapan pagi sangat menentukan kestabilan gula darah. Sarapan pagi yang hanya terdiri dari karbohidrat saja seperti kue, roti, gula serta minuman maka akan menaikkan kadar gula dengan cepat, lalu turun dibawah normal setelah kurang lebih dua jam.
"Sarapan di pagi hari yang banyak mengandung protein dapat mempertahankan kadar gula dalam darah pada tingkat normal, dari pagi sampai sore hari," kata Supriyono, SKM, M.Kes,  Pengamat masalah gizi masyarakat.
Dalam tulisannya di grup facebook Protein adalah zat pembangun yang merupakan komponen penting dalam siklus kehidupan manusia. Selain sebagai zat pembangun, protein diperlukan untuk mengganti dan memelihara sel tubuh yangrusak, proses reproduksi, mencerna makanan serta kelangsungan proses metabolisme dalam tubuh. Protein dibutuhkan adalah 12% dari total kalori sehari. Sumber protein adalah kacang-kacangan, telur, teri, ikan segar, ikan asin, daging, udang, susu, keju dan sebagainya.
Widyaiswara di Bapelkes Batam ini mengatakan oleh karena itu, untuk meningkatkan atau mempertahankan produktivitas kerja tidak berarti harus makan sebanyak-banyaknya, tetapi kualitas makanan amat menentukan.
"Biasakan sarapan secara teratur, serta tidak lupa memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsi maka akan tercapai status kesehatan yang prima, yang pada akhirnya dapat meningkatkan atau mempertahankan produktivitas kerja," kata Supriyono.

Di Temukan Gambar Yesus di Buku Panduan Haji

TEMPO.CO, Bengkulu - Kantor Kementerian Agama Kota Bengkulu menemukan gambar Yesus pada buku panduan haji. Gambar tersebut dijumpai saat sejumlah calon haji hendak melakukan manasik.
"Di buku panduan haji ada gambarnya Yesus sedang menggembala domba," kata Yusrati salah seorang peserta Menasik, Senin 10 September 2012. Dia menduga ada unsur kesengajaan gambar tersebut ada di buku panduan haji. "Tidak mungkin gambar ini muncul tiba-tiba," ujarnya.
Yusrati menjelaskan, buku panduan haji itu semestinya hanya berisi doa, dzikir dan tanya jawab manasik haji dan umrah. Namun ada satu halaman yang dilampiri foto Yesus. Di situ, Yesus digambarkan dalam posisi sedang mengembala seekor domba. Di bawah gambar tersebut tertulis "Yesus dan gembala yang baik".

Terkait gambar tersebut, Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Kota Bengkulu, Efendi Joni mengatakan buku panduan tersebut didapat dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

"Buku itu akan kami kembalikan ke direktorat supaya diusut," kata Efendi. Dia mengaku khawatir adanya gambar tersebut akan menimbulkan konflik antar agama.
Setelah mengecek 280 buku panduan haji yang telah dibagikan kepada calon jamaah haji, petugas kementerian agama, menurut Efendi, hanya menemukan satu buku panduan yang memuat gambar tersebut.
PHESI ESTER JULIKAWATI (Tom)

Sabtu, 08 September 2012

Perbandingan Tujuan Pendidikan Islam MI Dan SD


Menurut Prof. Dr. Jalaludin bahwa Pendidikan Islam merupakan usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi yang setia kepada Allah. Berdasarkan pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan kepada tujuan utamanya yaitu pengabdiam kepada Allah secara Optimal. Dengan berbekal ketaan itu diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan sang pencipta.
Dalam konsep Islam yang termuat dalam GBPP Pendidikan Agama di sekolah umum dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah uasaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain.

Menurut hakikatnya Tujuan Pendidikan Agama Islam di rumuskan dari nilai-nilai filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam Filsafat Pendidikan Islam. Seperti halnya dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Hal ini sempat menimbulkan pandangan yang konvensional dari pada ahli didik terhadap pendidikan Islam, seakan mereka kurang dapat mkenerima penjelasan yang diterima. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan Pendidikan Agama Islam sebenarnya.

1). Menurut Zakiah Darajat
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Pendapat ini berdasarkan firman Allah swt dalam QS. Ali Imran ayat 102.
2). Menurut Imam Al-Ghazali
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah terutama adalah ibadah dan bertaqarrub kepada Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah membentuk manusia yang mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi yang luhur, bertanggung jawab atas dirinya dan masyarakat guna terciptanya kebhagiaan dunia dan akhirat. Berikut ini adalah perbandingan antara materi pelajaran agama di MI dan SD sejauh mana dapat mencapai tujuan pendidiksn Agama Islam yng sebenarnya.


DESKRIPSI
Perbandingan Materi Pelajaran Agama Islam
MI dan SD
Mata Pelajaran Fiqih
Nama Sekolah  : Madrasah Ibtidaiyah
Mata Pelajaran : Fiqih
Kelas/semester : V / I
Standar Kompetensi :
  • Mampu memahami dan melakukan shadaqah dan infak
  • Mampu memahai ketentuan makanan dan minuman yang halal dan yang haram.

Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
1.Menjelaskan  dan melaksanakan Shadaqah dan Infaq
*Shadaqah dan Infaq
*Menjelaskan arti Shadaqah dan Infaq
*Mengidentifikasi Perbedaan Shadaqah dan Infaq
* Menjelaskan arti shadaqah dan arti infaq
*Membedakan shadaqah dan Infaq
* Menjelaskan manfaat shadaqah dan infaq
Tertulis
2 x 40
Menit
2.Menjelaskan ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal
*Makanan dan minuman yang halal
*Membaca Materi Tentang Makanan Dan Minuman Yang Halal
*Memotifasi siswa agar selalu memakan makanan atau minuman yang halal
*Menunjukkan Contoh Makanan Dan Minuman Yang Halal
*Membiasakan makan makanan dan meminum minuman yang halal
* Tes tertulis dan objektif
2 x 40
Menit
3.Menjelaskan ketentuan tentang makanan dan minuman yang haram
*Makanan dan minuman yang haram
*Memberikan contoh makanan dan minuman yang haram
* Berusaha menjauhi makan dan minuman yang haram
* Memberikan makanan dan minuman yang haram
*Menjauhi makanan dan minuman yang haram
* Tes tertulis dan objektif
2 x 40
Menit

Nama Sekolah : SD
Kelas/Semester : V/I
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam (Fiqih)
Standar Kompetensi : Mengumandangkan Azan dan Iqamah
Alokasi Waktu : x 35 Menit


Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
*Melakukan azan dan iqamah sebelum shalat dengan benar
Lafal azan dan iqamah
* Siswa melafalkan azan dan iqamah secara klasikal dan kelompok mengikuti bacaan guru
1.Melafalkan azan dan iqamah
2.Menunjukkan hafal lafal dan iqamah
3.Mempraktikan azan dan iqamah ketika hendak shalat
1. Tes  Lisan
2. Teslisan Praktek
3. Praktek
6 x 35
Menit

Dari Deskripsi masing-masing sekolah dapat diambil sebuah perbandingan antara keduanya yaitu :
1. Isi atau materi pelajaran
Materi adalah sebuah bahan pelajaran yang harus diberikan oleh guru kepada siswanya baaik di madrasah ataupun sekolah. Perbandingan tersebut dapat disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut.
a). Madrasah
Isi atau materi pelajaran agama di madrasah ibtidaiyah sangat menonjol karena madrasah adalah lembaga pendidikan yang bercirikan atau khas dengan Islam. Dalam pengembangannya yang panjang eksistensinya, madrasah banyak melahirkan hal positif dan negative, sesuai dengan pasang surut kualitas para pengelola yang terkait didalamnya.
Dalam kaitannya dengan madrasah, perangkat pokok untuk pencapaian tujuan pendidikan Agama Islam adalah materi, karena madrasah adalah sekolah yang banyak mengambil peran soal agama, maka isi materinya pun banyak tentang agama, dalam hal ini dapat dicontohkan pada mata pelajaran fiqih, dalam fiqih mengandung banyak hal yang bisa dibahas dan dikembangkan, dimadrasah pelajaran fiqih dibahas secara mendalam dan dipelajari dengan teori dan prakteknya sekaligus, seperti yang digambarkan dalam deskripsi atau kerangka silabus, bahwa dimadrasah itu dipelajarai fiqih secara mendalam, teorynya dijelaskan dengan mendalam dan dimaksud kan pula semua siswa dapat mempraktekkanya dalam kehidupan.
Dimadrasah pelajaran yang menyangkut keagamaan itu terpisah-pisah sehingga siawa dapat mempelajari setiap materi tentang keagamaannya, misalnya pelajaran fiqih, akhlah, aqidah, dan bahasa arab. Dalam fiqih dibahas secara mendalam mengenai shadaqah dan infak, dimateri ini siswa harus memahai secara teori dan praktek agar siswa bisa lebih mendalami dan mendapatkan manfaat dari materi yang dipelajari, contohnya setelah siawa memahami arti shadaqah dan infak, maka siswa diharapkan bisa membiasakan untuk bershadaqah.
Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan pencapaian pendidikan Agama Islam adalah dengan mempelajari materi pelajaran yang berbeda-beda dan terpisah-pisah antara fiqih dan materi lain diharapkan siswa benar-benar mendapatkan banyak ilmu khususnya soal agama, agar tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri dapat berjalan dengan baik, yaitu menjadikan siswa beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt yang kemudian menjadikan siswa itu bisa menjadi insane kamil.
b). SD ( Sekolah Dasar )
Isi materi pendidikan Agama Islam pada sekolah dasar tetap membahas lingkup fiqih tetapi sedikit berbeda dengan madrasah, bila pelajaran fiqih dimadrasah itu dibahas secara mendalam tapi tidak halnya dengan SD bahwa mata pelajaran fiqih dipelajari secara garis besarnya saja, dalam deskripsi telah dipaparkan apasaja materi fiqih yang akan dipelajari selama 1 semester, disana telah di sebutkan bahwa pelajaran fiqih membahas tentang azan dan iqamah, dimata pelajaran ini siswa diharapkan bisa melafalkan dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebelum shalat siswa diharapkan bisa melafalkan azan dan iqamah.
Tetapi melihat bahwa materi pelajaran yang tidak sama antara sekolah dasar dan madrasah dapat membedakan pula hasil belajarnya, pada madrasah tiap mata pelajaran yang menyangkut soal agama itu ter pisah – pisah sedangkan kalau disekolah itu tidak. Dari sini lah dapat dikaitkan kembali dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam di sekolah dasar adalah secara nyata real dan sebenarnya, tujuan tersebut adalah menjadikan peserta didik agar memilki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlak dan wawasan keagamaan. Namun pada kenyataannya dilihat dari materi pelajaran disekolahuntuk mencapai tujuan tersebut agaknya sedikit susah karena materi tidak dibahas secara mendalam melainkan hanya secara garis besarnya saja.
2. Alokasi Waktu
Alokasi waktu di setiap pelajaran itu pasti ada dan antara madrasah dan SD pun berbeda mengenai alokasi waktu dalam mempelajari setiap materi PAI dimadrasah atau disekolah sehingga keduanya pun bisa mempunyai perbedaan pencapaian tujuan PAI dengan materi dan alokasi waktu yang berbeda, berikut ini uraian nya dari masing-masing sekolah mengenai alokasi waktu pelajaran materi PAI di masing-masing sekolah baikk MI dan SD.
a). Madrasah
Di madrasah alokasi waktu di setiap materi sangat berbeda karena materi pelajaran agama yang sangat banyak maka memerlukan waktu yang sangat banyak pula. Jika dilihat begitu banyak waktu pelajaran PAI di madrasah karena banyaknya materi yang akan dibahas. Mata pelajaran fiqih mempunyai kajian sendiri dengan materi lain,begitu pula dengan materi lainnya sehingga semakin banyak materi yang akan dibaha, semakin banyak pula waktu yang akan digunakan. Alokasi waktu yang digunakan di madrasah untuk 1 materi pembahasan tentang kajian fiqih misalnya, itu berkisar 45 menit.dan begitu pula dengan pelajaran pada materi lain.


b). SD ( Sekolah Dasar )

Alokasi waktu setiap materi PAI sangat berbeda dengn madrasah bila di madrasah 1 minggunya bisa mencapai lebih dari 6jam untuk meteri agama saja termasuk pelajaran fikih dan lain-lain, sedangkan alokasi waktu di sekolah hanya 2 – 3 jam saja setiap 1 minggu, dengan demikian terjadilah perbedaan antara sekolah dasar dan madrasah, sehingga pencapaian tujuan pendidikan di sekolah dasar belum terelisasikan dengan baik.

ANALISA

Dari penjelasan diatas dapat di analisa bahwa tujuan pendidikan pada umumnya adalah sama menjadikan siswa beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan menjadi kan siswa tersebut menjadi insan kamil, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali dan Zakiah Drajat, tetapi proses dan jalannya suatu pencapaian tujuan pendidikannya saja yang sedikit berbeda karena kurikulum disetiap sekolah itu berbeda. Pendekatan berbasis pada sekolah dasar atau madrasahdalam perkembangan kurikulum memiliki kelebihan-kelebihan di antaranya kurikulum disusun sesuai dengan karakteristik sekolah, sehingga terjadilah perbedaan antara wantu juga materi pelajaran di sekolah dasar dan madrasah.

DAFTAR PUSTAKA

Silabus Sekolah Dasar

Silabus Madrasah

Hawi, Akmal, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. IAIN Raden Patah Press

Sukmadinata, nana, Perkembangan Kurikulum, 2009. Remaja Rosdakarya, Bandung

Instrumen Akreditasi SD dan MI

Permendiknas No. 11 Tahun 2009Pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah membawa konsekuensi tersendiri terhadap teknis penyelenggaraan Akreditasi Sekolah, dan salah satunya adalah berkaitan dengan instrumen yang digunakan. Mulai tahun 2009, untuk mengukur kelayakan SD/MI dalam kegiatan Akreditasi telah digunakan instrumen baru, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun 2009 tentang Krtiteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Dasar-Madrasah Ibtidaiyah.
Instrumen Akreditasi yang baru ini terdiri dari 157 item mencakup 8 komponen Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian).
Dalam Permendiknas tersebut dilampirkan pula dengan Petunjuk Umum dan Petunjuk Teknis yang dapat digunakan sebagai panduan bagi sekolah dalam mengisi instrumen evaluasi diri sekaligus juga menjadi pegangan bagi para asesor dalam mengklarifikasi dan memverifikasi data pada saat kegiatan visitasi
Instrumen disusun dalam bentuk skala dengan lima option jawaban secara gradual. Jika dibandingkan dengan instrumen sebelumnya yang berbentuk jawaban dikhotomi (YA atau TIDAK), bentuk skala dengan jawaban lima option ini tampaknya jauh lebih memungkinkan sekolah untuk dapat mengisi instrumen evaluasi diri secara lebih objektif. Demikian pula, para asesor akan dapat menggali data lebih akurat pada saat kegiatan visitasi.
Dalam instrumen dengan jawaban yang berbentuk dikhotomi tampaknya telah menimbulkan kesulitan tersendiri bagi sekolah dalam menentukan jawaban. Dalam hal ini, pertimbangan subyektif terasa sangat kental karena tidak ada parameter yang jelas. Demikian juga, para asesor seringkali mengalami kesulitan dalam memverifikasi data, terutama jika berhadapan dengan sekolah-sekolah yang merasa ”over estimate” dalam melakukan kegiatan evaluasi dirinya.
Semoga saja dengan adanya perubahan instrumen dan teknis penyelenggaraan akreditasi ini kiranya dapat semakin mengokohkan fungsi dan tujuan dari akreditasi itu sendiri yakni tercapainya pendidikan Indonesia yang berkualitas tinggi.
Selengkapnya tentang Isi Permendiknas No. 11 Tahun 2009 dapat dilihat dalam tautan di bawah ini:
Informasi Terkait:
=============
Download Instrumen Akreditasi SMA

=============
Download Instrumen Akreditasi SMP-MTs

=============

Jumat, 07 September 2012

Kurikulum Pendidikan MI Di Indonesia


KURIKULUM PENDIDIKAN MI DI INDONESIA

KURIKULUM DAN TUJUAN PENDIDIKAN

PENGERTIAN KURIKULUM
Dalam banyak literature kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus dipelajari peserta didik, kualitas proses pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan ide atau pemikiran para pengambil keputusan yangdigunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman.
Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan "Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas".
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini:
  • filosofi kurikulum
  • ruang lingkup komponen kurikulum
  • polarisasi kurikulum - kegiatan belajar posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
  • posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.

Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah "statement of objectives" (McDonald; Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981) Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru (Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu" (pasal 1 ayat 19).

POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Jenjang Pendidikan Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program Paket A dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda. SD/MI memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam pengertian ruang lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh karena itu maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik dalam pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang harus dikembangkan pada diri peserta didik.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.        peningkatan iman dan takwa;
b.        peningkatan akhlak mulia;
c.        peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.        keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.        tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.         tuntutan dunia kerja;
g.        perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.        agama;
i.         dinamika perkembangan global; dan
j.         persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).

Sayangnya, kurikulum yang dikembangkan di Indonesia masih membatasi dirinya pada posisi sentral dalam kehidupan akademik yang dipersepsikan dalam pemikiran perenialisme dan esensialisme. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah kurikulum membatasi dirinya dan hanya menjawab tantangan dalam kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Struktur kurikulum 2004 yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan Ilmu Sosial, PPKN/kewarganegaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulum dan jawaban kurikulum terhadap permasalahan yang ada.

PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM
Unruh dan Unruh (1984:97) mengatakan bahwa proses pengembangan kurikulum a complex process of assessing needs, identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the curriculum is to serve. Berbagai factor seperti politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan kurikulum. Oleh karena itu Olivia (1992:39-41) selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut mengatakan curriculum is a product of its time. . . curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum focus awal memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam pandangan tradisional, modern ataukah romantism.

Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas.

Keseluruhan proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam proses pengembangan tersebut unsure-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum menempatkan konteks social-budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya, karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks social-budaya tersebut terabaikan. Padahal seperti dikemukakan Longstreet dan Shane (1993:87) bahwa kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal:
The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind's eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities.

Model kedua yang diajukan dalam makalah ini adalah model yang menempatkan kurikulum dalam posisi kedua dan ketiga. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan kualitas yang diinginkan masyarakat sehingga menghasilkan harus dikembangkan oleh kurikulum. Dalam model ini maka proses pengembangan kurikulum selalu dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat.




A.    Perkembangan  Inovasi-Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran
Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi tersebut diterapkan. Secara spesifik makalan ini menyajikan berbagai inovasi kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.
Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai dari tahun 1968 hingga 2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut:
Tabel. 1
Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
NO
TAHUN
FOKUS ORIENTASI
1
1968
Subject Matter (mata pelajaran)
2
1975
Terminal Objectives (TIU, TIK)
3
1984
Keterampilan Proses (CBSA Project)
4
1994
Munculnya pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muatan local
5
2004
Kurikulum Berbasis Kompetensi
6
2006
Kurikulum berbasis lokal (daerah/satuan pendidikan)

Dengan melihat pada isi tabel 1 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa a). perubahan atau penyesuaian kurikulum tersebut  relatif dilakukan dalam periode yang relatif konstan yaitu antara 8 hingga 10 tahun, b). perubahan mencakup aspek proses dan materi, c). perkembangan terakhir menunjukkan konsentrasi pendidikan untuk meningkatkan mutu dan relevansinya bagi masyarakat dan lingkungan.
Kemudian untuk lebih menambah khasanah perkembangan, dibawah ini ditambahkan dengan perkembangan pembelajaran sebagai bentuk inovasi. Secara umum proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu pembelajaran tradisional, pembelajaran progresif, dan pembelajaran modern. Untuk lebih jelasnya untuk membedakan ketiga perkembangan tersebut dalam kaitan dengan pembelajaran disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel. 2
Perkembangan Pembelajaran
ASPEK
TRADISIONAL
PROGRESIF
MODERN
Tujuan
Transfer
Perkembangan Pribadi
Penerapan
Pendekatan
Unsur-unsur
Keutuhan, bakat, minat
Daerah kehidupan
Materi
Text Book
Keinginan Siswa
Masyarakat
Metoda
Formal Step, Asosiasi
Discovery, Problem Solving, independent study
Karyawisata, kemah, survey, pembelajaran proyek
Guru
Berkuasa
Tidak Berkuasa, siswa aktif
Siswa aktif dengan bimbingan guru
Evaluasi
Dikembangkan guru berdasar-kan tuntutan pengetahuan
Self evaluation
Oleh siswa, guru dan masyarakat

Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP. Persepsi masyarakat pendidikan pada umumnya dalam memandang KTSP sebagai model baru kurikulum sebagai pengganti KBK (kurikulum 2004), secara teoritik model pengembangan kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model Tyler (objective model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum transmisi dari Miller-Seller, dan lain sebagainya.
Trend munculnya SBCD adalah adanya desentralisasi dalam paradigma pengelolaan bidang kehidupan, tingginya tuntutan terhadap profesionalisme guru, perlunya kebebasan sekolah untuk menentukan dan mengembangkan program studi, dan keterlibatan guru secara langsung dalam proses pengembangan kurikulum. Lebih lanjut Brady mengatakan bahwa peran sekolah dalam proses pengembangan kurikulum adalah “ school must be involved in selecting content, having regard for available resources, to meets its own objectives and to cuter for students of different level of maturation”.
Beberapa karakteristik pelaksanaan SBCD di Australia adalah sebagai berikut:
1.        Melibatkan sekolah dan guru dalam membuat keputusan pengembangan dan implementasi kurikulum.
2.        Menjalin hubungan antara beberapa sekolah dalam proses pengembangan kurikulum.
3.        lebih berorientasi pada selective dan adaptive dari pada creative.
4.        Merupakan proses kontinu dan dinamis dengan melibatkan guru, siswa dan masyarakat.
5.        Membutuhkan dukungan dari berbagai elemen terkait.
6.        Mengubah aturan/pola guru yang tradisional (perubahan peran guru kearah profesionalisme).
7.        Adanya perpindahan tanggung jawab dalam pembuatan keputusan kurikulum daripada memutuskan hubungan atau jalur dengan pusat.

Beberapa reaksi terhadap SBCD seperti ditulis Brady adalah: terasa berat melakukan perubahan peran guru dari pelaksana menjadi pengembang, lemahnya keahlian/kemampuan guru dan kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai pengembangan kurikulum yang disediakan di sekolah, masalah usia; karena usia merefleksikan pengalaman mengajar, insentif; yaitu suatu upaya untuk memotivasi guru terlibat dalam SBCD, dan support structure; perlunya dukungan sekolah secara hirarkikal.

B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Proses desentralisasi pendidikan (kurikulum) pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah. Melalui desentralisasi pendidikan (kurikulum) diharapkan masing-masing daerah memiliki peluang untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.(Masriam Bukit:2004).
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP No.19 Th.2005, Pasal 17).
Kurikulum 2004 ataupun 2006 berorientasi pada penggunaan standar, oleh karenanya didalam pengembangan kurikulum mengacu pada standar kurikulum (standar kompetensi lulusan dan standar isi). Menurut Ibrahim (2002:22) bahwa standar kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat rumusan tentang apa yang harus dipelajari dan dikuasai siswa oleh peserta didik maupun kadar/tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik, dalam setiap bidang/mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.
Pernyataan Ibrahim (2002) tersebut sejalan dengan penerapan KTSP saat ini yang berorientasi pada penggunaan standar yang dikeluarkan oleh BNSP, khususnya untuk standar isi yang mencerminkan apa yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik dan standar kompetensi kelulusan yang memperlihatkan standar perilaku atau kinerja (performance standards), yang tercermin dalam pernyataan kadar /tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik.
Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, untuk menentukan performance yang diharapkan dari peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Standar Isi, untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi minimum yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Standar Proses, sebagai acuan proses pembelajaran terstandar yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk pelayanan prima bagai peserta didik (masyarakat). Standar Penilaian, sebagai acuan dalam proses evaluasi baik formatif, ataupun sumatif, juga untuk pelaksanaan sertifikasi pada uji kompetensi. Standar Tenaga Kependidikan, digunakan sebagai prasyarat kemampuan minimum instruktur atau guru di dalam membimbing peserta didik untuk menempuh dan mencapai tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Standar Sarana Dan Prasarana, standar ini dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses pemelajaran yang membutuhkan srsna dan prasarana minimum yang harus disediakan oleh satuan pendidikan, agar dapat mencapai kualitas hasil dan proses pemelajaran. Standar Pembiayaan, merupakan standar kebutuhan finansial untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dan Standar Pengelolaan, standar ini adalah bentuk pelayanan utama yang dapat diketahui dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat pada setiap satuan pendidikan ataupun oleh masyarakat sebagai stakeholder pendidikan.